I. Mukadimah
Sunatullah menggariskan siklus
manusia hanya akan mengalami tiga fase penting, hidup, mati kemudian hidup
lagi. Hidup pertama kita alami ketika di dunia yang akan berakhir dengan ajal,
dan hidup untuk kedua kalinya akan kita alami nanti ketika sampai di akhirat.
Islam sekali lagi membuktikan kelebihannya dengan memaparkan secara rinci semua
hal yang menjadi bagian dari siklus manusia.
Sebagaimana perputaran hidup dan mati,
manusia ketika di dunia juga tidak lepas dari sub kecil siklus tersebut. Dari
mulai lahir, berlanjut masa kanak-kanak, dewasa, tua dan pada akhirnya sampai
di penghujung kematian. Suka ataupun tidak suka, percaya maupun tidak percaya
semuanya akan mengalami hal serupa. Setiap jenjang ada suasana, setiap
tingkatan punya persoalan, dan tentunya setiap strata punya konsekuensi.
Aplikasi dari hal di atas, ketika kita
sadari kita bukan bayi lagi yang selalu dilahirkan dengan nuansa fitrah-nya,
tentu kita harus mulai membentuk jati diri sebagai anak-anak atau mungkin
sebagai orang dewasa. Jati diri bukan berarti menjadi manusia yang diakui
masyarakat, namun untuk menjadi hamba Allah yang mampu memahami arti
penghambaan dalam pemahaman yang lebih luas.
Dalam hal ini Islam telah mengatur prinsip pokok peng-gulowentah-an
anak ketika menginjak usia anak-anak maupun pada saat masa remaja. Baik dalam
keyakinan (ideologis), peribadatan (ritualitas), akhlak dan sopan santun maupun
dalam hal-hal lain. Dunia pendidikan dalam Islam menempatkan usia kanak-kanak
dan remaja sebagai masa produktif dalam berbagai hal. Dalam usia ini mereka
dinilai masih menampakkan nilai fitry sehingga daya ingat maupun
kecerdasan otak sangat berpeluang untuk dikembangkan. Hal ini tersirat dalam
sebuah hadis, dimana Nabi pernah mendoakan keponakannya, Ibn Abbas ketika masih
kanak-kanak :
اللهم فقهه في
الدين وعلمه التأويل
"Ya Allah, pahamkanlah ia dengan ilmu agama, dan
ajarkanlah ia tentang ilmu ta'wiil (ijtihad)"
Dalam
kesempatan lain, Nabi menggambarkan secara lebih jelas tentang potensi dalam
masa kanak-kanak dan dewasa dalam sabdanya:
مثل الذي يتعلم
العلم في صغره كالنقش على الحجر ومثل الذي يتعلم العلم في كبره ليث يكتب على الماء
وقال أيضا : ما
بعث الله نبيا إلا وهو شاب ولا أوتي عالم علما إلا وهو شاب
"Perumpamaan seseorang yang belajar diwaktu kecil adalah
laksana mengukir di atas batu, dan
perumpamaan belajar sesudah
dewasa bagaikan mengukir bercak di atas air. Nabi bersabda lagi : "Tidak
diutus seorang Nabi kecuali
ketika masih muda dan tidak diberikan ilmu bagi orang alim kecuali
ketika ia masih muda".
Merupakan
kewajiban orang tua mengajarkan pengenalan akan ketuhanan dan kerasulan. Di
sisi lain mereka juga berkewajiban menuntun peribadatan sekaligus menanamkan
norma sopan santun baik norma agama maupun norma sosial. Dan ketika mereka
melimpahkan hal-hal di atas kepada orang lain tentunya dituntut tanggungjawab
dari berbagai pihak, termasuk anak, terlebih lagi disaat mereka mulai lepas
dari tanggungan orang tua.
II. Klasifikasi Taklif Dan Hukum Dalam Syariat
Syariat dalam realita hukumnya selalu
memberikan porsi tersendiri bagi kelompok manusia yang berstatus ghair
mukallaf (tidak terkena tuntutan hukum). Termasuk salah satunya adalah pada
anak-anak yang belum menginjak usia baligh. Namun, meskipun sebenarnya mereka
belum terkena tuntutan syariat, Islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan
kepentingan ibadah maupun kepentingan lainnya. Kewajiban yang belum layak
disandang akhirnya dibebankan pada orang tua sehingga orang tua dalam hal ini
mempunyai beberapa kewajiban, diantaranya :
a.
Mengajari tatacara bersuci, teori haid, salat
dan ibadah rutin lainnya.
b.
Memerintahkan salat setelah anak menginjak usia
tujuh tahun.
c.
Memerintahkan puasa pada usia yang sama dengan
sarat mampu melaksanakan.
d.
Memukul dengan batas maksimal tiga kali ketika
sang anak meninggalkan salat atau puasa, namun dengan pukulan yang tidak
menyakitkan.
e.
Selain empat hal di atas, orang tua dianjurkan
dalam rangka kesunatan untuk melakukan beberapa hal ketika anak pertama kali
dilahirkan. Diantaranya, memberikan nama yang baik pada sang anak serta
melaksanakan aqiqah bagi anaknya.
Dan
ketika pendidikan dibebankan pada orang lain sebagai pengajar, kewajiban dan
hak itupun bisa beralih kepadanya. Hanya saja untuk urusan sangsi pemukulan,
akan diperkenankan ketika ada ijin orang tua. Karena mempertimbangkan imbal
balik dari kedua belah pihak, pahalapun bisa dimiliki oleh kedua belah pihak,
anak, orang tua maupun guru.
Selain hal-hal tersebut masih tercatat
beberapa ketentuan dalam syariat mengenai hukum-hukum tentang anak-anak sebelum
menginjak usia baligh, baik mengenai hak maupun kewajiban diantaranya:
a.
Diperkenankannya bai' al-ihtibar (transaksi
percobaan) sebagai sarana pendidikan transaksi bagi mereka, yaitu untuk
mengetahui tingkat kemampuan seorang anak, ketika anak mendekati baligh.
b.
Kewajiban orang tua membiayai segala kebutuhan
belajar, baik untuk kebutuhan pokok maupun melengkapi sarana prasarana.
c.
Diperkenankannya mainan boneka dan
gambar-gambar yang tidak berbentuk utuh bagi anak perempuan demi mengajarkan
cara menangani urusan rumah tangga.
d.
Hukum pengaturan harta yang diserahkan
kewajibannya kepada wali dengan batasan tertentu.
e.
Pengecualian status ghair mukallaf dalam
berbagai macam hukum. Seperti halnya hukum kriminal, jihad dan lain sebagainya.
Selanjutnya syariat mengungkap secara jelas perbedaan
hukum secara signifikan ketika anak mulai menginjak masa baligh dengan ditandai
dengan empat hal, keluarnya sperma dan genap berusia lima belas tahun
bagi laki-laki maupun perempuan atau ditandai dengan haid dan kehamilan
bagi kaum perempuan. Perbedaan tersebut berawal dari status mukallaf yang
disandangnya, sehingga mulai dari saat itu posisi hukumnya akan mandiri dan
tidak akan berubah sampai akhir hayat. Semuanya itu bisa kita perhatikan dalam
beberapa permasalahan dalam syariat.
Pertama, kewajiban
salat serta ibadah lain yang dulunya harus didukung dengan peran orang tua pada
akhirnya harus ditanggung sendiri ketika ia menginjak usia baligh. Akan terlaku
baginya hukum dari setiap perincian mengenai kewajiban peribadatan. Dan
sebaliknya ketika ia meninggalkan, akan berlaku pula ketentuan mengenai tarik
al-shalat (orang yang meninggalkan salat dengan sengaja), hukum Istiqrar
al-Hajj (ketetapan kewajiban haji), hukum mani' al-zakat (mereka
yang menolak berzakat) dan lain sebagainya.
Kedua, dalam
urusan transaksi (muamalah) yang semula dibatasi dengan beberapa ketentuan dan
jenis serta sebagian masuk dalam pengaturan wali, mulai saat ia baligh
ditetapkan bebas dalam semua jenis transaksi, hanya saja harus sesuai dengan
koridor syariat. Dikarenakan ketika ia menginjak baligh, status ahliyah
al-Tasyarruf (kemampuan manajemen) serta ahliyah al-Tabarru' (kemampuan
bidang sosial) telah sempurna ia dapatkan.
Ketiga, pengecualian
dalam berbagai bidang hukum yang semula ada, mutlak menjadi hilang dan semuanya
berlaku, mulai dari hukum kriminal semacam pembunuhan hingga sampai pada hukum
berjihad dengan segala bentuk dan ketentuannya.
Di luar itu semua, fiqh Islam juga
mengatur tentang kewajiban seorang anak terhadap orang tua dengan secara timbal
balik. Sebagian selaras dengan konsep umum syariat, namun sebagian yang lain
menjadi pengecualian dalam berbagai masalah.
Pertama, Islam
mewajibkan anak untuk selalu taat pada perintah orang tua selama bukan atas
kemaksiatan, terlebih lagi kepada mereka yang diserahi amanat untuk mendidik
kita.
Kedua, dalam
beberapa masalah, hubungan orang tua dan anak menjadi pertimbangan hukum yang
disendirikan. Dicontohkan, dalam pemberian (hadiah, hibah dan selainnya), pada
awalnya tidak diperbolehkan untuk diminta kembali (rujuu'). Namun, pada
saat pemberian itu terjadi antara orang tua dan anak, dalam arti orang tua
memberi pada anaknya ternyata syariat menetapkan boleh untuk dicabut kembali.
Atau dalam berbagai kriminalitas, dimana pembunuhan ataupun pencurian yang
dilakukan orang tua atas anaknya tidak menetapkan sangsi sebagaimana mestinya.
Semua hal yang telah tersebut di atas
secara garis besar cukup mewakili dari beberapa ketentuan syariat yang
berkaitan dengan anak-anak ketika masih dalam usia dini hingga menginjak
dewasa. Semuanya itu masih dalam tataran awal sebelum kita masuk dalam
pembahasan syariat yang lebih terperinci. Semoga bermanfaat bagi kita
semua……amiien.